Artikel drh. Galuh Ardhanaricwari Hanum, M.Si (10 Juli 2018)
Kontaminasi bahan pangan sangat erat hubungannya dengan mikroorganisme (bakteri, virus, fungi, dan parasit), serta residu dan senyawa toksin. Mikotoksin adalah senyawa hasil metabolisme fungi yang membahayakan kesehatan karena bersifat toksik. Beberapa jenis fungi yang dapat menghasilkan mikotoksin adalah Aspergillus, Penicilium, Fusarium dan Alternaria. Pertumbuhan fungi sangat baik di daerah dengan suhu, curah hujan, serta kelembapan yang tinggi. Umumnya fungi dapat tumbuh dengan baik pada suhu 10-40°C, pH 4-8 dan kadar air 17-25 (Yani 2007). Efektoksisitas mikotoksin tergantung beberapa hal yaitu jumlah dan lama pemaparan mikotoksin, rute pemaparan, spesies, umur, jenis kelamin dan status kesehatan (Widiastuti 2006).
Beberapa jenis mikotoksin antara lain :
I.Aflatoxin
Aflatoxin merupakan singkatan dari Aspergillus flavus toxin. Aflatoxin diidentifikasi pertama kali pada tahun 1960 di England yang merupakan toksin berasal dari Aspergillus flavus. Aflatoxin bersifat immune suppresif yang berarti dapat menurunkan system kekebalan tubuh. Mikotoksin ini sering terdapat pada produk dan hasil olahan pertanian (Diner et al., dalam Noveriza 2008). Pada hasil produk pertanian misalnya pada serealia (jagung, sorgum, beras, dan gandum), rempah – rempah (lada, jahe, kunyit) dan kacang – kacangan (almond dan kacangtanah). Pada produk hasil ternak seperti susu, telur dan daging ayam juga dapat ditemukan aflatoxin.
Aflatoksin seringkali ditemukan pada tanaman sebelum dipanen. Setelah pemanenan, kontaminasi dapat terjadi jika hasil panen terlambat dikeringkan dan disimpan dalam kondisi lembab. Serangga dan tikus juga dapat memfasilitasi masuknya kapang pada komoditi yang disimpan. Dari beberapa jenis aflatoxin yang bersifat sangat karsinogenik, hepatotoksik dan mutagenic pada manusia adalah pada aflatoxinB1 (AFB1).
II. Okratoxin
Mikotoksin ini pertama kali diisolasi pada tahun 1965 dari Aspergillus ocraceus. Terdapat tiga jenis okratoksin yang telah diidentifikas yaitu okratoxsin A (OA), okratoxsin B (OB) dan okratoxin C (OC). Golongan okratoxin yang bersifat karsinogenik pada manusia adalah okratoxin A (OA). Okratoksin juga dihasilkan oleh Penicillium viridicatum (Noveriza 2008). A. ocraceus dapat tumbuh pada kisaran suhu 8–370C serta dapat menghasilkan okratoxin A pada suhu 15-370C, pertumbuhan optimumnya pada 25-280C. Sedangkan pada P. viridicatum dapat tumbuh pada 200C dan dengan pH optimumnya adalah 6 – 7. A. ocraceus secara alami terdapat pada tanaman yang mati atau tanaman yang telah busuk, selain itu terdapat pada biji–bijian, kacang–kacangan dan buah–buahan. P. viridicatum terdapat pada biji–bijian yang berada di daerah beriklim sedang(Ahmad 2009).
III. Zearalenon
Fusarium graminearum diidentifikasi pertama kali pada tahun 1983 di Argentina yang dapat menghasilkan toksin zearalenon. Toksin ini terdapat di dalam sampel jagung. F. tricinctum dan F. moniliforme juga menghasilkan zearalenon. Fungi tumbuh pada suhu optimum 20–250C dan kelembaban 40–60 %. Mikotoksin ini cukup stabil dan tahan terhadap suhu tinggi. Zearalenon sering ditemukan pada jagung, gandum, kacang kedelai, beras dan serelia lainnya (Noveriza 2008).
IV. Trikotesena
Trikotesena dihasilkan oleh Fusarium spp, Trichoderma, Myrothecium, Tricothecium dan Stachybotrys. Ciri utama dari trikotesena adalah adanya intiterpen. Gejala klinik yang muncul akibat keracunan trikotesena antara lain tidak nafsu makan, nekrosis pada kulit, gangguan pencernaan, dan gangguan imun(Ahmad 2009).
V. Fumonisin
Fumonisin dihasilkan oleh Fusarium spp, terutama F. moniliforme, F. proliferatum, F. nygamai, F. anthophilum, F. diamini dan F. napiforme. Pertama kali diisolasi dari F. moniliforme pada tahun 1988. Fumonisin sering terdapat pada jagung. Cemaran fumonisin bersama aflatoksin akan meningkatkan toksisitas kedua mikotoksin ini. F. moniliforme tumbuh optimal pada suhu optimal 22,5–27,50C. Fumonisin dapat menyebabkan nekrosis (leucoencephalomalacia: LEM) padatikus, serta gangguan pernapasan pada babi (Porcine Pulmonary Edema: PEM).
Kontaminasi mikotoksin dapat dikendalikan dengan penerapan Good Agricultural Practices (GAP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) yang dilaksanakan pada prapanen, saat panen, dan pascapanen disertai control kualitas. Pengendalian prapanen dapat dilakukan dengan pemilihan varietas, pengendalian hama dan gulma, penggunaan fungisida dan herbisida dengan benar, rotasi tanaman, serta control biologis. Cemaran mikotoksin saat panen dapat dihindari dengan menggunakan peralatan yang bersih dari fungi penghasil mikotoksin. Pengendalian pascapanen dapat dilakukan dengan pemisahan produk secara fisik, pencucian, pengeringan, dan penyimpanan yang baik. Penggunaan bahan kimia sebagai bahan pengikat, pemanasan, dan radiasi hasil pertanian juga dapat dilakukan sebagai upaya mencegah cemaran mikotoksin pascapanen (Maryam 2006).
Sumber
Ahmad RZ. 2009. Cemaran Kapang Pada Pakandan Pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian, 28 (1), 2009.
Maryam R. 2006. Pengendalian Terpadu Terhadap Kontaminasi Mikotoksin. [Diunduh pada 24 Juni 2018] [Tersedia pada http://peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/wartazoa/wazo161-3.pdf] . Telahdipublikasikanpada bulletin WARTAZOA 16:1.
Noveriza R. 2008. Kontaminasi Cendawan dan Mikotoksin pada Tumbuhan Obat. Jurnal Perspektif Vol 7 No 1 thn 2008 : 35 – 46. ISSN : 1412-8004.
Yani A. 2007. Cendawan Penghasil Okratoksin Pada Kopi dan Cara Pencegahannya. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian Vol. 3 thn 2007.
Tahun ini : | 224,265 |
Bulan ini : | 37,830 |
Hari ini : | 839 |
Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok
Jl. Enggano No 17, Tanjung Priok, Jakarta Utara 14310, DKI Jakarta, Indonesia
Email: infokarantinapriok@pertanian.go.id
Telp. (021) 43800148, 43800150
Fax (021) 43902124, 43931061
SMS/WA 082311811181
Website http://tanjungpriok.karantina.pertanian.go.id/