Artikel Drh. Ai Srimulyati, M.Si (22 Februari 2017)
Kelelawar pemakan buah (Pteropodidae) telah menjadi sorotan dunia dalam bidang penyakit zoonosis baik yang bersifat penyakit emerging maupun reemerging. Enam puluh macam virus telah dilaporkan berhubungan erat dengan kelelawar, dan 59 diantaranya merupakan virus RNA, termasuk virus Hendra yang berpotensi menyebabkan penyakit emerging dan reemerging pada manusia, sehingga perlu mendapat perhatian yang serius. Letak geografis antara Australia dan Papua New Guenia dengan negara Indonesia sangat dekat khususnya dengan Provinsi Papua. Hasil penelitian juga menyebutkan bahwa daya jelajah rubah terbang sebagai reservoir dan penyebar virus Hendra sangat luas. Oleh karena itu, perlu dilihat potensi masuknya virus Hendra ke Indonesia mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan oleh wabah virus Hendra.
Virus Hendra merupakan virus RNA, single strain, dan termasuk dalam famili Paramyxoviridae, subfamili Paramyxovirinae. Virus Hendra dikategorikan dalam genus Henipavirus, yang merupakan salah satu anggota dari subfamili Paramyxovirinae (Respirovirus, Morbillovirus, Avulavirus, dan Rubulavirus. Virus Hendra memiliki memiliki kemampuan untuk bertahan lebih dari empat hari di urin rubah terbang pada suhu 22 °C (72 °F). Virus ini juga dapat bertahan hidup untuk beberapa jam sampai beberapa hari (umumnya kurang dari empat hari) di jus buah. Di lingkungan, virus ini tidak bertahan dengan baik pada suhu tinggi, dan tidak aktif dalam waktu kurang dari satu hari baik pada urin ataupun jus buah pada suhu 37 °C (98.6 °F).
Berdasarkan rekomendasi OIE, identifikasi agen virus Hendra dapat dilakukan dengan pemeriksaan reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR). Pengujian serologis dapat dilakukan dengan virus neutralisation test (VNT) dan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Hasil positif pengujian VNT dan ELISA tidak dapat menetapkan kejadian wabah pada suatu daerah, namun pengujian ini dapat digunakan untuk mencurigai terjadinya kasus di suatu wilayah.
Infeksi virus Hendra terjadi hanya di Australia, dimana virus ini endemis pada rubah terbang. Seropositif rubah terbang ditemukan dari Darwin di Australia Tengah ke Melbourne di Australia Tenggara. Kebanyakan kasus terjadi di Queensland, tapi satu kuda dilaporkan terinfeksi di New South Wales pada tahun 2006. Antibodi pada rubah terbang juga telah ditemukan di Papua New Guinea. Antibodi terhadap henipavirus telah ditemukan pada hewan di Madagaskar dan Kamboja.
Pada kuda, masa inkubasi virus Hendra diperkirakan 5-16 hari. Masa inkubasi pada percobaan terhadap kucing yang terinfeksi adalah 4-8 hari. Pada kuda muncul gejala klinis yang ditunjukkan oleh dua sindrom yaitu, ditandai oleh penyakit pernapasan dan kelainan saraf. Sebagian besar kasus yang diketahui bersifat parah dan akut, serta menimbulkan kematian dalam beberapa hari. Namun, juga dilaporkan kasus ringan pada kuda hingga penyembuhan.
Pada manusia gejala terserang virus Hendra akan muncul 5-12 hari setelah terinfeksi. Gejala yang muncul seperti influensa dan encephalitis. Selain itu juga pernah dilaporkan gejala klinis yang muncul pada manusia berupa demam, myalgia, dan gangguan pernapasan. Orang terinfeksi karena kontak dengan kuda terinfeksi dapat sembuh sebelum penyakit berkembang sampai muncul gejala encephalitis yang bersifat fatal.
Pencegahan masuknya wabah virus Hendra ke Indonesia telah dilakukan dengan pelarangan importasi kuda dan produk turunannya dari daerah endemis yaitu Australia. Selain itu, budaya mengkonsumsi kelelawarpun harus dihilangkan karena dari hasil penelitian ditemukan kelelawar yang positif secara serologis terhadap infeksi virus Hendra.
Pencegahan pada kuda dilakukan dengan meminimalisir paparan terhadap jaringan dan sekresi rubah terbang. Pada padang pengembalaan tidak ditanami dengan pohon yang disukai oleh kelelawar untuk bersarang atau berdiam. Sisa pakan dan tempat penampungan air tidak ditempatkan di bawah pohon dimana kelelawar ditemukan. Kuda dikandangkan pada waktu-waktu berisiko tinggi terhadap paparan infeksi. Bulan yang dianggap berisiko tinggi yaitu bulan Agustus-Januari dimana rubah terbang berkembang biak. Bangkai rubah yang ditemukan pada tempat pengembalaan harus dibakar atau dikubur untuk mencegah terjadinya penularan ke hewan lain.
Kuda yang mengalami tanda-tanda terinfeksi virus Hendra harus diisolasi dan dilakukan pengendalian yang sangat ketat. Orang yang berinteraksi dengan kuda harus dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD) untuk melindungi kulit, selaput lendir, dan mata terhadap infeksi virus Hendra. Kandang juga harus dibatasi terhadap masuknya hewan liar seperti kucing. Nekropsi kuda yang terinfeksi harus dihindari atau dilakukan sesuai dengan panduan yang tepat. Tempat penguburan bangkai harus dijaga terhadap binatang liar.
Vaksinasi dapat memutus siklus penularan virus dari kuda ke manusia dan memberikan keamanan pada kesehatan masyarakat. Cakupan vaksinasi yang luas pada kuda memiliki potensi secara signifikan untuk mengurangi risiko eksposur pada manusia. Mengurangi kontak dengan hewan sakit merupakan tindakan pencegahan yang dapat dilakukan khususnya oleh orang yang sering berinteraksi dengan hewan (kuda). Orang yang menangani hewan sakit (virus Hendra) harus mencuci semua peralatan yang terkontaminasi, mencuci tangan dan rambut dengan sabun dan air mengalir, dan mengganti pakaian dan sepatu kandang.
DAFTAR PUSTAKA
[Ausvetplan] Australian Veterinary Emergency Plan. 2013. Response policy brief Hendra virus infection. Australia: The Ausvetplan Response Policy Briefs Document.
[BBalitvet] Balai Besar Penelitian Veteriner. 2010. Nipah. [terhubung berkala]. http//:bbalitvet.litbang.deptan.go.id. [25 September 2014]
[CFSPH] The Center for Food Security and Public Health. 2009. Hendra Virus Infection. Iowa: Iowa State Uvirus Nipahersity.
[DAFF] Department of Agriculture, Fisheries and Forestry. 2013. Hendra virus Information for horse owners, handlers, competitors and event organisers. Queensland Government.
Hsu VP. 2007. Nipah and Hendra Viruses. Di dalam. Emerging Viruses in Human Populations, Tabor E, editor. USA: Elsevier.
[OIE] The World Organisation for Animal Health. 2010. OIE Terrestrial Manual Hendra And Nipah Virus Diseases. [terhubung berkala]. http//: www.oie.int.[25 September 2014].
Tahun ini : | 209,348 |
Bulan ini : | 22,913 |
Hari ini : | 127 |
Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok
Jl. Enggano No 17, Tanjung Priok, Jakarta Utara 14310, DKI Jakarta, Indonesia
Email: infokarantinapriok@pertanian.go.id
Telp. (021) 43800148, 43800150
Fax (021) 43902124, 43931061
SMS/WA 082311811181
Website http://tanjungpriok.karantina.pertanian.go.id/